HIVER

Aku merasa terbebani dengan ini semua, ini bukanlah pilihanku, tapi ini kodar menuju jalan takdirku. Cukup lama aku disin...





Aku merasa terbebani dengan ini semua, ini bukanlah pilihanku, tapi ini kodar menuju jalan takdirku.
Cukup lama aku disini duduk, menatap langit sore. Bukanya aku segara pergi dari tempat ini, tapi Aku seperti terhipnotis oleh betapa indahnya langit sore. Warna langit seperti jeruk matang bukanya tergoda untuk mencicipinya aku hanya tergoda memandanginya saja.
Semburat warna kemerah-merahan menenggelamkan titik warna yang cerah menjadi gelap seolah-olah warna hitam senja menarik warna-warna lain untuk lenyap tersedot dalam lubang hitam dan digantikan sang raja kegelapan. Malam.
Hal yang kuamati dan yang ku imajinasikan seolah itu nyata, dan gambaran tesebut menggambarkan hidupku yang ditarik dan tersedot lubang hitam. Tapi malam kadang menjanjikan pemandangan yang lebih spektakuler. Bintang, Bulan, Aurora? Ah, tapi semua itu hanya janji, dan kadang janji hanyalah sebagai alasan agar membuat tenang hati sesorang, atau jalan untuk mengakhiri balas dendam.
Danau yang lebarnya selebar 3 kecamatan atau sekitar 35km, dikelilingi pohon cemara dipinggir Danau yg melingkar tak beraturan, semak-semak sitinggi satu meter, selebihnya hutan yang membentang. Dan anehnya hutan tersebut Hutan Jati.

Aku masih disini. Kedua tanganku memegang sebuah kayu yang membentang lurus membujur dari arah selatan ke utara, kakiku berayun-ayun seperti sedang berlari pelan. Jembatan ini sudah lama berdiri dan masih kokoh berdiri. Jembatan tua yang dibangun diatas sebuah Danau. Bukan Danau biasa, Danau yang airnya sebiru air laut, sedalam Samudra Pasifik, dan berpenghuni asli binatang air paling ditakuti. Buaya.
 "kau tau Buaya, Aku membencimu, Aku tidak tau kenapa kau harus tinggal disini? Dan memburu mangsamu pada malam hari?". Pada faktanya para Buaya Danau hanya berburu menjelang sore hari, karna itu larangan berenang pada sore hari tapi Aku melanggarnya. Pagi tadi Aku pergi sendirian ke Danau, setelah panggilan yang ku terima dari pamanku pada malam itu Aku kaget dan shock berat saat itu. Aku mencoba menepis dan tidak memikirkanya tapi tidurku tidak nyenyak, kuputuskan kututup mataku sampai aku mendengar kokok Ayam Jantan, setelah Sholat Subuh Aku memutuskan pergi menuju Danau Matano. Ya Danau Buaya.

Pada pagiku yang Sama, Dingin dimusim kemarau tak mempengaruhi pagi ini, dingin yang kemudian berubah menjadi panas, sepanas ayam goreng sehabis diangkat dari penggorengan, Aku berlari pelan, melompat lompat seperti kelinci sambil senam jari, karna aku hanya merasakan kedinginan di kedua tanganku dan wajahku. Ini bulan Oktober, seharusnya sudah masuk musim hujan. Aku menyusuri jalan yang mulai menurun, ku lewati pohon pohon jati yang kini seperti tulang tulang yang membentuk aneh menyisakan kengerian, daun-daunya gugur habis tak tersisa!. Aku menginjaki semak semak, aku berhenti berlari setelah melompati parit kecil, lalu aku berjalan pelan mengambil nafas panjang panjang dan membuangnya perlahan,. Di sini aman, itu yang ku rasakan. Untuk saat ini. Pemandangan yang ku nanti tiba. Matahari terbit, fajar menyonsong sinar warna Oranye muncul, begitu indah menenangkan hati. Angin pagi berhembus pelan membius tiap inci kulitku, begitu segar, aku membenarkan posisi dudukku. Sinar mentari pagi yang menerobos lewat celah celah ranting yang gundul membuat hutan jadi menjadi pemandangan menabjubkan dahan dahan dan ranting tanpa daun, gundul. Membentuk motif yang begitu mengesankan, seolah mereka sombong menunjukan ini padaku. "kau tak bisa meniru, kami" Aku tersenyum, suara burung Kutilang menjadikan Melodi fajar yang amat menentramkan jiwa, meninabobokan rasa lelah di otakku.


 Danau Matono berada kurang lebih 2km lagi dari tempatku duduk, aku beristirahat setelah berlari dari rumah pamanku menuju kesini, aku tinggal bersama pamanku kedua orang tuaku telah lama meninggal, hariku yang kujalani disini adalah hal yang membahagiakan sampai semua itu direnggut oleh usia, ya aku sadar aku sudah dewasa dan sekarang aku harus menyikapi masalah dengan dewasa, tapi tidak saat ini aku malah lari dari masalah berharap tak ada lagi masalah, aku berharap seperti setitik awan putih d langit yang perlahan menyatu menjadi segumpal mendung bergerak perlahan menuju titik dimana segumpal mendung itu menjadi hujan atau lebur lenyap, tapi tak sesingkat itu hidup, "ah menyebalkan".
Aku tiba di danau.


Aku senang berada disini ini adalah tempat dimana aku membagi semua yang kurasakan. Tempat yang damai dimana jarang manusia kesini. Pernah suatu hari ketika anak anak berenang, ada buaya yang menggigit kaki anak tersebut, meninggalkan bekas luka yang abadi dikaki anak itu. Tapi yang namanya anak anak tidak kapok sampai para orang tua mengancam anak anak mereka jika berani berenang disini lagi. Sejak saat itu danau begitu sepi para nelayan lebih memilih soal keselamatan mereka, dari pada harus menjaring buaya, mereka takut tentang hukuman jika membunuh buaya didanau ini. Hukuman yang membawa mereka masuk perut buaya, entah sengaja atau tidak sengaja. Sekarang danau ini begitu sepi dan jarang dikunjungi. Aku biasany berenang disini setelah matahari lebih condong kearah barat, panas musim kemarau membuat tubuhku gerah seperti cacing kepanasan. Aku tak perlu takut soal buaya, mereka bersahabat padaku pada siang hari. Buaya bukan hewan nogturnal, tapi itulah kebiasaan mereka. Tapi aku lebih ngeri ketika membayangkan mereka bukan buaya tapi hiu, makhluk penyendiri yang tidak mengenal belas kasihan kecuali pada diri sendiri menyerang tidak peduli di wilayah yang bukan otoritas miliknya.
Aku masih disini. Duduk. Memandang. Melamun. Sampai semua itu ditarik dari kembali kealam nyata oleh suara lembut, suara perempuan, ya perempuan. Dia mendekatiku aku tetap tidak menoleh padanya, dia meluruskan kakinya sama dengan posisiku dia duduk disampingku
"hai". "Aku tau kau disini"
Dia duduk disamping ku dengan posisi sama denganku, juga sama menatap senja.
"kau tau aku malah berharap, kita berdua".

"dan aku malah berharap, bukan kita berdua"

"kenapa?, kau yakin tidak menginginkanya?, kau kan tau tidak sembarang orang yang terpilih"

"aku ingin kehidupan normal"

"kau hanya berharap kau memilikinya"

"apa menurutmu, itu yang terbaik?"

"suatu hari nanti kau akan mengerti, ini."

Dia mengulurkan sesuatu untuku. "kau akan mengerti". Dia berdiri lalu pergi. Aku hanya memandangi benda yang diberikan olehnya untukku tergeletak disamping kananku, aku mengamati benda tersebut. Kacamata, tepatnya kacamata renang.

 Aku memilih mengikuti arus itu. Aku memilih menjadi air, ku biarkan diriku mengalir mengikuti arus menuju titik yang lebih rendah. Biarkan diri ini hanyut bersama semua beban yang saat ini ku tanggung sendiri.
Aku mengemasi semua barang barangku, ku masukan semua dalam satu tas hitam besar yang sepertinya masih longgar. Aku melihat kamarku dan mungkin ini yang terakhir kali, kamar sepanjang 5 meter selebar 3 meter terdiri dua pintu yang menghadap timur dan barat, 2 jendela di selatan, lemari kecil di samping kasur, dan setumpuk komik Naruto yang kupajang diatas meja sebelah pintu barat. Aku akan merindukan tempat ini.
Aku bergegas ke dapur untuk sarapan makanan pagi ini adalah nasi goreng dengan tambahan sayap ayam goreng, krecek dan teh manis, sederhana tapi rasanya tak sesederhana namanya.

 Setelah sarapan aku menuju halaman depan. Keluargaku sudah menunggu. Halaman rumah paman memang luas, penuh bunga menghiasi depan rumah, pohon mangga, sawo dan beberapa pohon yang tak kuketahui namanya berjejer rapi dipinggir halaman, rumput liar mulai tumbuh, setelah aku pergi ke danau beberapa hari kemudian hujan. Tida terlalu deras, tapi cukup air tersebut memberikan kehidupan pada tanah yang kering dan tandus. Aku berjalan menuju mereka dan menyalami pamanku.
"ada barang yang tertinggal?". Pamanku mengingatkan.
"tidak". Jawabku datar.
"coba di ingat ingat dulu"
"kurasa tidak ada paman, sudah semua, kalaupun ada aku ingin membawa senyum kalian dan membungkusnya dalam kotak permen".
"kenapa?"
"agar aku bisa tersenyum setiap kali memakan permen, tersebut". Hahaha . . . . , kami semua tertawa. Pamanku memeluku, ada nada kesedihan ketika dia membisikan sesuatu di telingaku. "aku sangat, menyayangimu". Paman melepaskan pelukanya, dan aku berharap pelukan itu tak terlepas. Paman menepuk bahuku, menatap dengan kedua matanya yang berkaca kaca. "kau sudah tumbuh dewasa sekarang". Tapi aku tidak menyadarinya, aku baru lulus SMA tahun ini, dan umurku baru 17 tahun, dan kupikir selama ini aku tak pernah memperhatikan diriku sendiri, sehingga aku selalu merasa kalau aku masih bocah 12 tahun yang suka main kelereng.
Aku menatap bibiku, 2 sepupuku, yang satu laki laki berumur 5tahun dan yang satunya perempuan berumur 16tahun.
Aku tersenyum pada mereka, bibiku tidak kuat membendung air matanya dia menangis, "jangan memikirkan kami disini, itu akan membuatmu tidak krasan disana. Jangan lupa, bertemanlah, cari sebanyak banyaknya teman, kami akan mengunjungimu kapan kapan". Sepertinya bendunganku yang telah lama mengering tiba tiba terguyur hujan yang deras, sehingga tak perlu waktu yang lama pintu pintu kanal dibuka agar tidak jebol. Akhirnya aku menangis. Aku menangis karna aku sadar aku mungkin tak akan kembali lagi, tak kembali dalam arti aku akan berubah diriku dan masa depanku lagi pula Lelaki menangis itu menandakan hatinya tidak keras, dan masih punya harga diri untuk mempertahankan kelunakan hatinya yang akan mengasihi dan mencintai pada orang yang dicintainya. Menangis bukanlah pengecut.
Oyik berlari menuju arahku, aku berjongkok, dia berlari kearahku dan meloncat memeluku. Aku membalas pelukanya.
"jangan lupakan aku"
"aku tak akan melupakanmu"
"apa kau akan pergi, selamanya?"
"tentu aku akan kembali"
"aku akan sangat merindukanmu". Aku melepas pelukanya. Aku tidak suka berjanji pada siapapun, karna janji adalah hutang yang harus dibayar. Jadi aku katakan; jujur padanya. "mungkin aku tak kan kembali, tapi aku akan selalu mengingatmu, aku ingin kau menjadi pendekar hebat". Aku merogoh sesuatu dari saku kananku menarik suatu benda; gantungan kunci yang terbuat dari besi berbentuk kunai yang tengahnya terukir lambang sabuk kepala di desa konoha dalam komik Naruto. Aku memberikan padanya. "ini, kenang kenangan dariku, simpan dengan baik baik".
Oyik tersenyum senang, matanya masih bekaca kaca. Bekas air matanya dipipinya mengingatkanku pada bekas jahitan dipipi kiri Yagura. Jika ku lihat lihat ia lebih mirip Obito kecil dengan mulut cerewetnya. "kau pasti kembali. Terima kasih, Aan". Aku tersenyum padanya dan menggosok gosok rambut hitamnya. Dia sudah tak menangis lagi.
Aku berdiri dan menatap orang terakhir pada perpisahan ini. Ya, sepupu perempuanku.


 "hai, siap berangkat?".

"aku selalu siap".


"kau, akan menjengukku?"

"mungkin tidak, tapi mungkin aku akan menyusulmu". Dia tersenyum padaku, senyum yang bisa mematahkan hati para lelaki. Aku bertanya pada diriku, sudah berapa hati laki laki yang hancur oleh senyumnya?. Termasuk diriku, aku tak memiliki pertahanan yang cukup kuat untuk ini. "hati hati dijalan, jangan lupa solat tepat waktu, selalu ingat padaNYA ketika waktumu longgar, dan jangan lupa makan tepat waktu". Aku tersenyum ."siap komandan". Dia tak menangis, dia gadis kuat, tegas dan pemberani. Sahabatku sejak kecil.


 Sayap Yang Tak Terlihat

Burung burung terbang mengudara dilangit biru sehingga tampak kecil terlihat dari mataku yang menatap langit, terlihat setitik warna hitam berliuk liuk terbang di udara, bebas tanpa hambatan dan rintangan. Jika ku perhatikanmeraka seperti ikan yang berenang di air. Langit tanpa awan sebiru laut, burung burung terbang merentangkan sayapnya meluncur bebas diudara bagaikan ikan ikan yang berenang dilautan lepas. Langit menjadi lautan tak bertepi.
Kutatap keluargaku dibalik kaca bus yang ku tumpangi, ku lambaikan tanganku sebelum bayangan terakhir mereka menghilang menjauh. "Selamat tinggal".
Adakah alasan aku kembali?, jika ada aku ingin tahu sekarang. Ku sandarkan kepalaku di kursi bus, aku menengadah dan menghadap ke arah kiri menatap pemandangan hari ini. Perjalanan ini akan panjang, jadi, nikmati saja.


 Aku tiba distasiun. Begitu rame hari ini. Ku angkat tasku dan menuju loket. Aku serahkan tiketku untuk diperiksa. Dulu waktu mau naik kereta kau bisa membeli langsung tiket dan berangkat waktu itu juga. Sekarang kau harus, memesan lebih dahulu atau membelinya jauh-jauh hari. Bila ketinggalan maka tiketmu hangus. Pamanku membelikan tiket ini untukku. Perlu tiga kali perjalanan untuk sampai kesana. Memang melelahkan tapi kunikmati saja. Aku duduk dikursi tunggu, sambil menunggu kereta jurusan ke Chetoz. Aku duduk dikursi yang kosong, berharap aku bisa sendiri dan tak ada yang mengajakku ngobrol. Tapi kelihatanya gagal. Seorang bapak-bapak beserta rombongannya yang gaduh duduk disampingku. Memang kursi yang ku duduki kosong dan longgar.

"mau kemana, dik?". Tanyanya.

"mau ke West Born"

"oh, mau lanjut kuliah to, dek, kesana sendirian?"

"iya pak, saya sendiri"

"Wah, kamu anak yang berani. Anak bapak juga ada yang kuliah, sekarang lanjut ke S2. Mau ambil jurusan apa?". Setelah berbasa-basi bapak tersebut pergi naik kereta pertama yang melintas, masih ada setengah jam lagi keretaku datang. Dari Obrolanku dengan bapak tadi, kebanyakan aku menjawab, dan jarang bertanya balik. Jauh salah sebagai pemuda yang lahir ditanah air ini, dengan perilaku ku saat ini, saat etika berbahasa halus dan hormat pada yang lebih tua dijunjung tinggi. Mencerminkan jati bangsa ini, bahwa menyapa, kepedulian yang tinggi dimasa dulu kini larut mencair oleh panasnya induvidualisme.
Kereta yang ku tunggu akhirnya datang. Aku bergegas menuju gerbong no.6 yang sepertinya gerbong terakhir kereta. Aku masuk lewat pintu kereta yang sempit lalu aku mencari bangku bertuliskan C354. Ku taruh tasku di bawah bangku yang sepertinya lebih luas seperti bagasi, daripada tempat menaruh tas diatas yang sempit. Pada dasarnya taskulah yang berukuran jumbo yang tak muat untuk diatas.


 Kereta melaju sedang. Ku tempelkan kepalaku dikaca, kutatap langit siang ini tanpa awan yang menemani.
Benar-benar perjalanan yang panjang. Entah kenapa aku berharap kembali pulang, padahal ini keputusanku sendiri, apakah aku belum bisa kehilangan mereka?. Aku hanya malu jika menarik kata-kataku, dan aku malu sebagai laki-laki tak bisa menepati kata-katanya. "aku tak kan pernah menarik kata-kataku, jika memang belum bisa kulakukan itu akan jadi janji seumur hidupku". Itu yang diucapkan Munah kepadaku disuatu senja setelah aku bermain bola, dia teman bermainku saat kecil, bisa diartikan dia bagiku seorang sahabat. Gadis yang sempurna, cantik, pintar, tinggi, dan punya dua mata kelabu yang indah. Sesosok gadis yang semakin dewasa bahkan aku kalah dalam hal menyikapi hidup. Contohnya pilihan hidupku saat ini. Sejak kecil kami selalu bersama, aku masih ingat ketika sebelum kami pindah rumah, waktu kami main petak umpet aku meninggalkanya sendirian ditengah kebun yang keadanya gelap gulita meskipun bulan purnama menyinari bumi. Dia menangis dan tak mau lagi bermain. Masih kuingat sosok gadis kuat itu bermain bola sore bersama kami anak laki-laki saat masih berumur 7 tahun. Kami menghabiskan masa kanak-kanak penuh kebahagian dan amat sempurna. Sebelum kami harus, meninggalkan itu semua dan menjadi anak kota, menyingkirkan semua alasan untuk kembali kealam liar, berburu burung, memancing belut disawah bekas panen, mandi dibendungan, mencari strawbery dihutan karet, main petasan Long Brumbung saat bulan Ramadhan dan masih banyak lagi kenangan kami saat kanak-kanak. Kami tumbuh dewasa dengan cara yang berbeda, jarak kami satu tahun, meskipun dia selalu mengungguliku dalam hal berkaitan dengan sekolah. Sementara aku, masih berkutat pada pubertasku dan mencari-cari waktu untuk mbolang. Kami pindah kekota ketika kami masuk SMP, Munah langsung bisa membuang kebiasaan lamanya didesa. Menjadikan dirinya gadis yang bermartabat dan bijaksana. Sementara diriku tetaplah bocah liar. Masuk SMA Munah jadi gadis idola disekolah dia teramat cantik meskipun kesempurnaan kecantikanya ditutup dengan jilbab, awal semester sudah berapa surat yang kubaca dari cowok yang naksir dia, tapi dia tak memilih salah satu dari mereka, malahan dia cuek dan tak menggubrisnya. Jadi aku lah yang malah membaca puluhan surat pernyataan cinta untuknya. Sementara diriku waktu pelajaran kimia, guruku bertanya padaku:
"di rumah punya kaca?"

"punya pak"

"sempatkan waktumu 5 menit untuk bercermin. Oh, juga jangan lupa sisir rambutmu".

"iya pak". Mungkin pak guru terlalu sayang padaku sehingga dia satu-satunya makhluk dimuka bumi yang memperhatikan penampilanku, yang pada faktanya aku memang jarang bercermin. Tapi aku ganteng dalam versi kamusku.


 Disekolah aku tak pernah tampil mencolok, aku bernampilan biasa dengan seragam putih abu-abu yang sudah pudar warnanya, rambutku kubiarkan berantakan dan tak pernah menyisirnya cukup dengan menggosok-gosok rambut dengan ke5 jariku. Aku tak pernah peduli dengan namanya tren, gaya, atau istilah-istilah gaul. Pernah aku jalan dengan teman-temanku keliling kota, ke mall hanya menggunakan celana boxer, sedangkan teman-temanku berdandan necis dengan celana ketat mereka. Aku sangat membenci celana ketat yang mereka sebut celana pencil, begitu ketat menempel pada kulit kaki yang mereka anggap keren, tapi bagiku mereka seperti telanjang. Mending mereka punya kaki yang bagus dan bokong yang berisi untuk dipamerkan, yang ada malah mereka membungkus tulang yang disebut tren. Sedangkan diriku kebalikan dari kata tren dan gaya. Karna itulah mungkin dimasa putih abu abu tak seorang cewepun naksir kepadaku. Kecuali ketua kelasku, ya, aku sering memergokinya memperhatikanku berlebihan. Cewe yang tidak terlalu tinggi memakai kacamata dan selalu memakai gelang ditangan kanannya yang membiarkan rambutnya selalu terurai. Entah apa yang dia sukai dari memandangku. Tapi sepertinya dia malu mengutarakan isi hatinya padaku. Aku tidak terlalu berharap. Sekarang laki-laki jauh lebih sedikit dibanding perempuan, contohnya kelasku 16 laki-laki dan 22 perempuan jadi aku tidak perlu menanyainya. Atau mungkin dia malu jika menyukai cowok sepertiku yang notabenenya dia satu-satunya siswi disekolah yang ditunjuk menjadi ketua kelas, mencari cowok yang sebanding dengan pangkatnya yang juga anggota OSIS untuk menjaga wibawanya.

Mendung mulai membenamkan birunya langit menjadi gelap gulita, sekumpulam asap warna hitam bergerak membentuk gumpalan hitam yang maha raksasa. Mengudara diangkasa siap menjadikan bumi sebagai sasaran seranganya dengan memulai setitik gerimis yang kemudian menghujani bumi dengan milyaran peluru air yang efeknya tidak mematikan sang sasaran tapi malah memunculkan kehidupan yang baru.
Di tengah hujan lebat yang mengguyur diluar kereta, aku duduk menatap jendela kaca yang kini tampak suram terkena tetesan hujan. Seorang pedagang lewat menjajakan camilan.
"bang, snacknya apa aja?". Tanyaku. "ini ada snack terbuat dari buah, tanpa pengawet. Ini didatangkan dari kota batu, banyak macem rasanya". Aku tertarik dengan snack rasa anggur dan buah naga. "aku ambil ini bang, berapa bang?".
"jadinya 50ribu".

Kota Batu memang terkenal dengan buah apel, tapi tak hanya apel banyak buah-buahan tumbuh subur didinginya pegunungan dengan pemandangan yang hijau menentramkan. Aku suka buah anggur, anggur membuat gigiku lebih putih. Munah juga pernah bilang anggur kalau dijadikan masker cukup 3 hari penggunaan kulitmu akan kencang dan halus.
Snack ini rasanya gurih, baunya khas anggur begitu membuatku bergairah mencicipinya.

Chetoz

Kereta mulai melambat ketika sudah sampai diChetoz, chetoz adalah kota tua, disini jangan berharap merasakan dingin meskipun hujan hawa disini tetap hangat, seperti didalam ruangan. Aku berjalan menyusuri stasiun, menunggu kereta yang jadi transport terakhirku menuju West Born. seumur-umur baru pertama kali ini aku melakukan perjalanan jauh beratus-ratus mil dari rumah. Kereta terakhir muncul, bukan seperti kereta yang tadi kunaiki, kereta ini bersifat khusus. Hanya orang-orang yang akan ikut Golden Week dan yang akan kuliah ke West Born, yang menaikinya. Aku masuk digerbong pertama, ternyata sudah penuh. Bapak-bapak dengan anak mereka, sekumpulan pemuda, masih banyak lagi yang tak kuamati. Jadi kuputuskan duduk dikursi yang kosong digerbong ketiga. Golden Week adalah acara sebulan sekali diminggu pertama awal bulan, yang diadakan khusus para pemimpin dan investor, juga acara jumpa kangen dan acara Wisuda. Biasanya juga pendaftaran para peserta Admiral baru. Dikereta aku tak perlu tiket atau semacamnya, cukup tau no. 3546 dibadan kereta. Dan kau tak usah membayar. Trasportasi yang disediakan setelah tahun pembibitan.
Jantungku berdegup kencang, tidak sabar melihat West Born dengan mataku sendiri, karna selama ini aku hanya mendengarnya dari orang lain.


 Selama perjalanan aku hanyut dalam lautan khayalanku. Hutan, pedesaan yang dilewati jalur kereta begitu memukau, hutan jati di Saradan memang menakjubkan, disana juga ada sebuah pemukiman penduduk yang menjual aneka kerajinan tangan dari akar pohon jati yang berusia ratusan tahun, aku melihat sebuah danau setelahnya, begitu berkilau airnya. Aku hanyut dalam ketenangan riak danau tersebut. Anak anak bermain layangan dengan berbagai macam bentuk dan warna, Saradan juga terkenal dengan layang-layanganya. Setelah melewati saradan, kami melewati hamparan persawahan, banyak lahan yang baru dibajak untuk ditanami kembali, juga ada sawah yang masih ditumbuhi padi-padi menguning, menunduk siap dipanen. Negeri ini begitu luas dan menakjubkan, kekayaan alam yang melimpah, pemandangan yang membius mata, pantai pantai siap jadi simphoni menghibur dijiwa yang lelah, keelokan satwa dan saunanya tak terduakan, aku pernah punya burung tengkek, burung yang punya suara yang sangat nyaring, punya paruh yang panjang, punya kombinasi warna yang sempurna, antara biru, oranye dan hitam. Sekarang alam mulai rusak keseimbangan ekosistem mulai terganggu, mereka yang berfikir malah menggunakan segala cara untuk mengenyangkan diri sendiri, yang berseragam sibuk mencari kepuasan dalam segala hal, mereka yang tak sadar semakin kosong jiwa mereka. Tidak bisa disalahkan kepada siapapun, manusia memiliki kepribadian masing masing, sifat yang berbeda, tapi yang membedakan dari kesamaan manusia, dari sejak lahir!. Seberapa banyak jiwa mereka diisi oleh cinta, yang menjadikan manusia peduli, karna mereka tumbuh dengan cinta sejak lahir, dan manusia yang merusak sendiri jalur keturunan mereka, melahirkan jiwa jiwa tersesat dalam pelarian kesenangan semata, aku tak yakin mereka punya jiwa, sama dengan mereka yang tak diharapkan oleh mata dunia yang memandang mereka dengan keji juga penghinaan. Cuman mereka dilengkapi senjata kebencian, iri, dengki, dan nafsu balas dendam, jika mereka terlalu mencintai diri sendiri, kurasa semakin banyak yang putus asa dalam kesendirian sama halnya akhir hidupnya yang tragis. Bunuh diri.

Didunia ini begitu banyak tragedi, penuh dengan cerita yang tak berujung, dari semua itu manusia adalah sumber cerita, makhluk bernama manusia yang pertama diciptakan dengan sekumpulan lumpur tanah liat, selanjutnya diteruskan dengan 2 air mani dari laki laki dan perempuan. Terlahir dari suatu yang hina, seharusnya sadar, betapa manusia tidak bolehlah sombong.
Kereta mulai melambat diperjalanan yang panjang ini, meskipun tak lelah karnanya, karna aku menikmatinya. Aku melihat cahaya menyinari tiap titik gelap diperbukitan senja hari ini, begitu indahnya senja yang singkat ini, langit seperti terlahir kembali setelah hujan. Meskipun aku tak seindah senja dalam perwujudtanku. Bukit bukit menjulang, kereta melewati antara bukit bukit tersebut seperti melewati sebuah terowongan yang panjang dan gelap. Bukit bukit menghilang, dan kini digantikan pemandangan cahaya kelap kelip dari kejauhan, sebuah kota yang dilingkupi perbukitan.
Semua orang turun, aku menunggu hingga sepi, lalu kuangkat tasku dan keluar dari kereta, kereta sudah sampai ditujuan. West Born.


Aku mendapati diriku sekarang ada diperon, kaadaan benar benar sangat ramai. Banyaknya orang berlalu lalang. Lampu bersinar terlalu terang disini sehingga menyilaukan mataku, aku menyeret tasku dan bergegas, bertanya sekarang harus kemana diriku. "sekarang anda ada distasiun kustur, anda silahkan menuju kantor gedung utama lewat pintu utara",begitu seorang berseragam menjawab pertanyaanku aku bergegas menuju dunia luar. Kereta berhenti distasiun bawah tanah, aku berlari tidak sabar menaiki tangga dipintu masuk, ketika aku keluar dari ruang bawah tanah. Aku melihat dunia baruku, sekarang.

West Born

Aku memandang sekelingku bayangan manusia berkelabet disampingku tak kuhiraukan, mataku terpana, tubuhku membeku diantara lautan manusia. Diatas stasiun bawah tanah, ternyata ada gedung tinggi 7 lantai menjulang, aku bisa tau jumlahnya karna menghitung jumlah jendela yang menyala, tepatnya gedung diatasku adalah tempat parkir ribuan mobil. Lampu menyala begitu terangnya mengalahkan gelapnya malam, aku berjalan menuju pintu utara yang disebutkan dan melewati sebuah pasar malam disebuah lapangan. Bunyi peluit memekakan telingaku, ada banyak penjaga disebuah pintu gerbang yang menurutku tidak terlalu besar, jalan sempit yang membelah antara lapangan dan pintu tersebut begitu ramai oleh kendaraan mobil para pemimpin dan manusia. Dan menurutku itulah pintu utara. Pintu Utara nama yang simple. Bukanya aku jadi katrok disini karna tidak pernah melihat indahnya gedung gedung dikota, tapi sungguh West Born benar benar diluar imajinasiku bahkan yang terliar pun. Gedung gedungnya yang berwarna putih menjulang tinggi merosokan diriku menjadi setitik noda hitam kecil diwarna putihnya yang suci. Ada menara mungkin setinggi 100 meter menjulang menjadi pencakar langit. Sebuah taman ketika aku memasuki pintu utara begitu terang dengan cahaya lampu yang menghiasi, sehingga warna hijau surga nampak jelas diatas kolam ikan, taman yang cukup luas dan dipagari. Pengunjung begitu antusias berselfie ria ditaman, aku mendongak melongo memandang gedung gedung yang berjejer rapi di antara jalan utama yang lebar, jalan lurus sekitar 100 meter membentang lurus, aku berbelok menuju arah kanan menuju kantor, tempat para tamu melapor. Suara gemuruh para peserta dan para tamu menjadikan suara gaduh yang tak berhenti diluar. Kantor tidak terlalu luas, dan kenapa dinamakan kantor tempat penerimaan tamu?. Kantor Terdiri 2 bagian, sebelah kiri tamu pria dan sebelah kanan tamu wanita. Bangku bangku berjejer rapi ditengah ruangan, tiga meja besar disudut dan satu ditengah ruangan, 2 penerima tamu pria dan 2 penerima tamu wanita, mereka menyebutnya P.T. Aku mendengar dari anak yang memanggilnya begitu. Setelah suratku dicap aku diantarkan seorang bocah lelaki, mungkin sebaya denganku mengantarkanku keruang tidur tamu. Aku tertidur tenggelam dalam kegaduhan suara manusia, lenyap dalam balutan selimut mimpi indah.
 Adzan Subuh memanggil jiwa jiwa yang tertidur, suara sang muadzin begitu indah malah membuatku malas berdiri. Setelah adzan subuh, ku singkirkan rasa malasku. Dinginya air membasuhi wajahku membuat mataku terbuka lebar menatap dunia. Setelah wudhu aku bergegas menuju masjid. Masjid begitu penuh dilantai pertama dan kedua, sehingga aku harus naik satu tingkat lagi. Setelah solat subuh aku pergi naik ke gedung yang besar yang berhadapan dengan kantor, aku naik kelantai 2, dan menjumpai sudah banyak orang disana. Aku memandang kebawah, melihat pemandangan. Jadi ini West Born. "oh sungguh luar biasa". West Born sangatlah luas dan begita banyak gedung bertingkat dimana mana. Kebanyakan gedung dilapisi keramik warna putih dan bentuk bangunan yang tak lazim, begitu berbeda dengan gedung dimanapun yang pernah aku lihat, semua ujung bangunan tumpul, bentuk gedung yang memanjang tinggi persegi, dengan kesamaan bentuk modelnya. Bahkan menara pun demikian. Dibawah sana ribuan orang berlalu lalang para penjaga yang mengatur agar tertib. Ini Golden Week pertamaku.

Pernah pamanku bercerita, dulu West Born hanyalah lahan kosong penuh rawa rawa, pemilik aslinya bernama Madkhal, kemudian diserahkan kepada nenek moyang kami K.H Wafdhulah Hasan. Beliau orang terhormat Abah Hasan dulu waktu kecil punya panggilan "Kulon", memang lucu, kulon yang berarti barat. Mungkin sebabnya sekarang tempat ini diberi nama West Born "yang terlahir dari barat". Abah dulu seorang pejuang juga bagi negeri ini. Setelah perang usai, Abah mendidik para pemuda dengan wadah pramuka, saat itu begitu banyak yang mengikuti Abah. Abah terkenal kebijaksanaanya, dia sangatlah pandai dan menurutku diatas jenius. Abah cukup 27 hari menghafal Al Qur'an. Dia taulan anak muda juga guru ngaji yang sangat berpengaruh. Abah punya 2 anak dari seorang janda bule yang sangat kaya raya, mungkin sebabnya banyak hal yang terpengaruh disini, menggunkan bahasa inggris. Kedua anaknya laki laki. Abah menikah lagi, hingga punya 4 istri, dari 3 istri mudanya, beliau punya 38 anak. Dipenghujung hidupnya, dia berpesan pada anak anaknya, bahwa masa depan akan mengubah segalanya, Abah yang mencintai keluarganya dalam artian semua orang, tak ingin anak turunya punya masa depan suram, beliau tak ingin generasinya rusak bersama rusaknya akhlak manusia. Beliau akhirnya menyuruh anak anaknya membangun West Born. West Born adalah tempat menjaga anak anak generasi berikutnya agar tidak rusak moralnya, mereka dididik disini, siap jadi seorang Admiral.


 Aku tak bisa menjabarkan atau mendiskrisikan apa itu Admiral, aku hanya tau sedikit. Mungkin karna penjabaranku sendiri, aku terlalu takut hidupku tak kan sama lagi. Aku rindu masa laluku.
Setelah tahun perombakan zaman Abah dilanjutkan tahun pembibitan oleh anak pertama Abah. West Born dibangun, lalu semua anak Abah dikirim berpencar kesuluruh dunia, kecuali 2 bersaudara dan para pengikut setia Abah yang bertugas mengurus WB. Yang tujuannya agar berkembang. Anak anak Abah diwajibkan poligami agar tidak terjadi penghambatan calon Admiral asli. Tapi sekarang itu sudah dihapus, hal itu hanya terjadi pada tahun pembibitan. Sekarang West Born dipimpin generasi ketiga oleh cucu dari anak pertama. Aku belum pernah bertemu beliau dan aku ingin sekali bertemu.
Pagi yang cerah diawal bulan november, menyadarkanku sekarang aku tidak dirumah lagi, aku bergegas menuju kantor pendidikan, disana tempat pendaftaran siswa baru. Aku melewati halaman luas didepan kantor, disamping kiriku masjid. Aku melawati gang yang tidak terlalu besar lalu menuju gedung bertulikan Kantor Pendidikan setelah melewati koperasi. Kantor, ah apa lagi ya, gedung yang namanya kantor?. Kantor Pendidikan adalah pondasi Menara, tepatnya Kantor Pendidikan adalah gedung paling bawah atau kakinya menara, tidak terlalu besar sebenarnya tapi sungguh mengherankan bisa menopang Menara setinggi itu hanya dengan 6 tiang kecil untuk mennyangga. Mengagumkan. Aku masuk ruang gedung, tidak terlalu luas tapi cukup penuh banyak yang mengantri, entah mengantri atau mau mengambil sertifikat. Kantor Pendidikan terdiri dari 2 ruangan, yang satunya dipisahkan oleh tembok, ruangan kecil disebelah kanan diposisiku yang menghadap ke barat, mungkin tempat istiraht bagi para staf, ruang utama tidak terlalu besar, ruangan dibagi atas tiga. Ruangan yang dihuni para staf yang bekerja yang dipisahkan dengan meja besar dengan ruangan yang kuinjak saat ini, sementara ruanganku dipisah jadi dua bagian dengan sekat kaca tebal, tempat ruangan para gadis mendaftar. Banyak remaja yang mendaftar kebanyakan mereka bersama ayah,kakak, atau paman mereka, hanya aku yang sendirian. Seorang remaja mungkin bersama mungkin kakaknya sedang mengisi formulir pendaftaran, jadi aku mendekati mereka dan melihatnya. Aku tak perlu kenalan atau mencari teman. Mereka bakal datang sendiri. Ku jamin.

Aku mengisi formulirku, kebanyakan bertanya data pribadi, apa hobimu dan lain lain. Setelah mengisi formulir aku bergegas sarapan. Tempat sarapan pagi; bernama dapur Firma, khusus para tamu, setelah sarapan dengan nasi pecel. Aku jalan jalan keliling WB. WB sangatlah luas, kakiku sudah pegal pegal berkeliling kepasar, lihat pemandangan dari menara, jalan jalan mengitari komplek Dhayu, dan memutari blok selatan WB. Aku duduk istirahat digedung yang bernama WB, sama dengan nama singkatan Universitas ini. Gedung WB, terdiri 3 lantai gedung yang lebar dan sangat luas. Lantai pertama bernama lantai bebas, ruangan tanpa tembok dan pintu, tepatnya ruangan terbuka untuk bertemunya para Admiral dan para Investor, kumpulan keluarga yang menjenguk anak anaknya, para CKA baru, tamu dan para peserta.
Tiba tiba kami semua disuruh pergi sementara, lantai WB akan dibersihkan. Aku melihat puluhan remaja laki laki berlari lalu lalang mengambil sapu yang sudah disusun rapi salah satu anggota tersebut. Lalu mereka membentuk barisan lurus memanjang. Mereka mengangkat sapu mereka tinggi tinggi dan salah satu dari mereka memberi komando. "satu, dua, tiga". Mereka mengayunkan sapu mereka dengan badan miring menyamping gerakan tubuh mereka ketika menyapu begitu aneh dan menarik, mereka seperti burung mengepakan sayapnya ketika terbang. Mereka seperti atraksi. Gerakan yang dinamis, gerakan yang tak pernah kulihat sebelumnya. Mereka menyapu atau mau atraksi?. Gerakan kaki, tubuh, tangan, semuanya serempak dan kompak, menciptakan ritme seperti orang menari. Tak cukup itu, setelah menyapu mereka menyebar, menuju posisi masing masing, berlari mengembalikan sapu seperti lari marathon. Dengan sigap dan cekatan sudah ada sekitar 10 anak memegang tongkat dan kain. Ow, mereka mau mengepel, sebagian anak naik kelantai 2, sebagian berlari menuju tangga. Mereka sama menunggu intruksi aba-aba. Dan ini benar benar seperti pertunjukan, remaja yang mengepel begitu cepatnya dengan gerakan dan irama hentakan kaki yang seirama seperti penari dan musik. Se_ragam. Sementara anak yang mengepel tangga, dengan kelincahan tangan luar biasa. Mereka menarik kebawah, mendorong, meluncur, lalu menurun. Sungguh ini mengagumkan. Tak hanya diriku yang terpana tapi hampir semua orang juga, ada yang memfoto, merekam, dan juga memuji bahkan para tamu bertepuk tangan. Banyak yang bertanya tanya siapa mereka. Mereka siswa juga calon Admiral, mereka kelompok paling terkenal dari hampir semua kelompok, ya, anak anak kelompok WB.


BANGSAL
     Hari pertamaku dibangsal, bangsal adalah tempat karantina sementara para CKA "Calon Kiriman Admiral" selama 2 bulan, bangsal dikelilingi hutan, dan disekitar bangsal terdapat kebun tebu, berhektar hektar.Seperti dugaanku, mereka datang sendiri. Pagi ini aku banyak berkenalan dan mereka langsung jadi temanku. Ada Si Roy yang agak alay, si Zain dan Ricky yang entah ngomong menggunakan bahasa apa, mengakhiri semua kata dengan huruf 'e', ada juga Satria anak yang kutemui dikantor pendidikan, juga Johan dari Australia dan Sugimura dari Jepang. Tadi malam staf teman pamanku mengantarkanku kebangsal. Biasanya para CKA diberangkatkan dengan rombongan, setelah Golden Week. Malam pertama dibangsal begitu banyak anak menangis disudut sudut ruangan mencari tempat gelap, sementara diriku tidak peduli dan mencoba langsung tidur dimasjid, agar tidak merana.Kami bercakap cakap sambil menunggu antrean mandi dan sarapan, karna jumlah CKA membludak.Roy: "sungguh tempat ini mengerikan, apa banyak hantu ya, kalo malam. Tadi malam aku tidur perasaanku gak enak terus, seperti ada yang ganggu. kalian tau? Katanya tempat ini dulunya tempat kandang kuda pacuan? Dan rumor mengatakan sering ada suara kuda pada malam hari, atau bayangan bayangan aneh?". Johan: "menurutku biasa saja, tidak seram, tapi memang lokasi tempat ini yang menyedihkan, sungguh jauh dari peradaban". Sugi: "oh, ya, aku lupa siapa namamu?"Aku: "namaku Rukhan"Sugi: "dari tadi kau cuma mendengarkan, aku bosan mendengar ocehan mereka berdua, sekarang ceritakan tentang dirimu"Aku yang tidak menyangka dapat pertanyaan tersebut dan kaget kalau dari tadi ternyata Sugi memperhatikanku.Siapa diriku?. Kurasa aku juga ingin bertanya demikian. Aku: "namaku Rukhan. Rukhaan Saido Vahhin. Umurku 18 tahun, lulus SMA tahun ini. Aku berasal dari Jenawa"Roy: "nama yang bagus. Apa artinya? Setidaknya tidak seperti namaku, dulu ibuku berharap punya anak perempuan, karna semua saudaraku laki laki, jadi namaku adalah nama terburuk bagi laki laki. Menurutku." (wajah masam)Sugi: "aku tak peduli dengan namamu, jadi sekarang!. Tutup mulutmu, Biarkan cowok misterius ini mengenalkan dirinya"Aku: "Rukh berarti angin, Saido beasal dari kata Saif; yang artinya pedang. Vahhin dari kata Pain dan Happy Ending. Jadi bisa diartikan 'angin yang membasmi penderitaan, dan meniupkan kedamaian' tapi kata almarhum ibuku artinya 'angin yang yang menyembuhkan dari luka penyesalan'. Aku lahir di Labuan Bajo, lalu pindah ke Jenawa, terakhir aku pindah ke kota Semarang"Zain yang dari tadi diam akhirnya angkat bicara, "terus ape kate dari aan dan do dari saido, ape seperti Vahhin?, aku tak paham". Semetara si Roy "oh, namamu keren, sungguh artinya membuatku terharu, pasti ada cerita keren dibalik namamu? Sungguh indah jika namaku jadi Ryan Roynolds dan punya cerita yang indah dibaliknya?".Sugimura menambahi "Labuan Bajo katanya tempat yang menakjubkan, ya?".


 Hembusan angin dibangsal begitu kencangnya hingga merobohkan dinding kayu pembatas hingga menimpa anak yang tidur dibawahnya. Jeritan kesakitan membuat kegaduhan kecil. Sementara sudah ada 3 anak yang melapor mengompol. Aku terbangun dan berdiri, menyingkir dari gerombolan teman temanku yang sudah tidur pulas. Aku menyandarkan punggungku disalah satu tiang yang menghadap dapur. Bangsal adalah penjara sementara para CKA, menurutku juga begitu, meskipun aku hanya mendengar dari teman temanku. Dikelilingi tembok yang menjaga satu komplek yang lumayan luas ini. Ada 4 kamar di bangsal, satu kamar berisikan puluhan anak, aku salah satu penghuni kamar yang paling ujung dekat kamar mandi. Dan kami harus tidur dimasjid, dilarang keras tidur dikamar.

 Namaku Rukhaan Saido Vahhin. Umurku 18 tahun. Aku lahir di Labuan Bajo, besar di Semarang, Semarang adalah kota yang begitu memikat.
Aku yatim piatu. Ibuku meninggal setelah kelahiranku, meninggalkan sejuta pertanyaanku kepadanya dan hanya sebagian jawaban yang diberikan padaku pada buku diary beliau, termasuk arti namaku. Dulu ibuku seorang Komandan, Komandan adalah sebutan Admiral perempuan, beliau ditugaskan di Labuan Bajo, tanah kelahiranku. Labuan Bajo adalah tempat yang begitu memukau mulai dari keindahan pantainya, kearifan lokal yang membudaya, dan keramahan masyarakat lokal. Ibuku menjadi guru mendidik dan menanamkan jiwa pancasila pada generasi bangsa , dan juga menjadi dokter.

Jauh dari kata bahagia yang dulu dijelaskan ketika masih anak manja papa mama dikota, Ibuku ternyata sangat sangat bahagia, dia tumbuh jadi gadis yang teramat cantik, sempurna pula budi pekertinya. Ibuku jatuh cinta dengan pemuda bernama Farid, sehari setelah pernikahanya, Farid meninggal. Ibuku yang begitu mencintainya sangatlah depresi, hingga pada akhirnya Ibuku mengubur kesedihanya dengan tenggelam dalam pekerjaanya, hingga Ibuku menikah lagi, dengan Ayahku. Ayahku seorang bule, tampan, kekar, tinggi, gagah perkasa, aku melihat fotonya di diary, dan aku hanya mewakili dari tubuhnya yang kekar, badanku cukup berotot, dan dari Ibuku aku mewarisi rambut hitam indahnya, meskipun aku juga tidak sepintar Ibuku. Terkadang fisik dan bakat orang tua yang sempurna tidak semuanya diwariskan kepada anaknya.



 Bangsal, 12 November

Semua anak berkumpul pagi ini untuk pembagian kelompok, semua anak berbaris diaula bebas, berkumpul dengan teman masing masing, aku berkumpul dengan teman temanku.

Roy: "kuharap kita tetap bersama"

Sugi: "aku harap juga begitu, tak asik kalo kita berpisah"

Ricky:"apa tidak apa apa, kalau kita kumpul bersama?, bukanya pemilihanya acak".

Aku:"semoga". (batinku)

***

Pemilihan kelompok selesai, ada 14 kelompok terdiri 15 anak, dan juga 3 kelompok X, kami berpindah menuju kelompok masing masing, aku dan Sugi masuk kelompok F sementara Roy masuk kelompok G, Johan masuk D, dan Zain yang jadi ketua kelompok A bersama Ricky.

14 November

Ini malam pertamaku jaga, kami kelompok F berjaga dishift ke 3, mulai pukul 18.00 sampai pukul 24.00, tepat tengah malam kami selesai berjaga dan diizinkan tidur, sebelum itu dilarang tidur. Malam jaga pertamaku, aku berjaga dengan Rod dan Jeffy, sementara Sugi berjaga dengan Yus dan Riz. Malam melarutkan suasana ceria kembali dalam kegelapan dan juga mencengkam, menjadikan suasana menjadi agak mengerikan. Aku dan Jeffy tetap berjaga sementara Rod tak kuat menahan rasa kantuknya akhirnya tertidur. Dinginya Bangsal memang sudah sangat terkenal, tapi cukup aneh, tak ada pergantian arah angin, angin selalu berhembus 24 jam dari selatan. Jeffy yang mulai kedinginan mulai merebahkan tubuhnya. Aku sibuk dengan menggambar, terakhir kutengok si Jeff akhirnya tertidur. Aku masih ingat ucapan Riz ketuaku sebelum berjaga:

Riz: "jangan sampai satu post tidur semua, jika sampai ketahuan anak keamanan, besok kalian dapat masalah. Aku izinkan kalian tidur tapi bergantian, jika benar benar mengantuk. Tapi lebih baiknya kalian semua tetap berjaga, dari pada kalian tidur dibangunkan genderuwo"

Bulu kudukku mulai berdiri, padahal aku biasa saja, mungkin karna efek dingin. Kucoba membangunkan mereka tapi percuma saja. Yang akhirnya kuputuskan aku tetap berjaga sampai selesai, untung tidak ada pemeriksaan dishift 3, jadi kalian berdua berhutang padaku.

Awalnya hanya suara bisikan yang ku dengar, tapi lama lama suara tersebut tambah nyaring dan terdengar jelas. Aku berdiri dan memulai memeriksa. Didepan kami ada gudang kayu dan juga jalan menuju post 4, sementara dibelakang post kami hanya ada tembok pemisah hutan. Aku mulai menggigil, suara yang kudengar semuanya kukenali, tapi suara tersebut melayang melayang diudara saling menyahut satu sama lain tanda adanya sumber suara tersebut, aku mendengar tawa, tangisan, kemarahan tapi semua tak asing bagiku. Tubuhku melemas yang tak sadar aku sudah duduk di dinding post.

Rod:"hei bangun bangun, sudah waktunya gantian jaga, kita kembali ke Bangsal"

Mataku mulai terbuka meskipun seperti ada milyaran debu yang menutupinya, mataku terasa berat dan kaku ketika aku mulai membuka mataku. Rod dan Jeffy sudah bangun dan juga beberapa anak yang tak kukenal. Aku berdiri dan mengemasi barang barangku, sambil menunggu teman temanku yang jaga dipost 4.

Rod:"ayo kita kembali kebangsal, uaaah . . . . , aku sudah ngantuk sekali"

Aku:"apa sudah lama aku tidur?"

Jeffy:"aku tak tahu, yang jelas ketika kami bangun kau sudah tertidur, lalu kami berdua jaga, tidak lama kemudian anak jaga shift 4 datang."


 22 November

Dinginya Bangsal yang menusuk hingga tulangku tidak menghalangi diriku untuk bangun dari hangatnya selimut mimpi. Setelah aku sholat malam ada apel dini hari ini. Sebagian anak masih malas malasan ada yang berdiri sambil tidur, juga ada yang tidur bersandar dipunggung temanya.
Ketum:"pagi ini akan ada acara seleksi, jadi persiapkan diri kalian, jika kalian memang pantas menjadi calon Admiral, pastikan diri kalian siap mulai sekarang!"

***

Hamura tak hanya nama klan tapi juga ilmu beladiri yang diwariskan Abah. Hari ini kami akan menghadapi seleksi pemilihan, seberapa pantasnya kami untuk menjadi seorang Admiral mulai hari ini.

Sugi:"akhirnya hari ini datang juga"





You Might Also Like

0 komentar

Flickr Images